Dr. Fahmi Amhar
Pupus sudah rencana TNI untuk membeli 100 tank berat Leopard dari
Jerman. Bukan karena tank seberat 50 ton itu mungkin akan merobohkan
beberapa jembatan yang akan dilewatinya di Indonesia, juga bukan karena
Indonesia sebagai negara maritim sebenarnya lebih butuh kapal perang, tetapi
karena Parlemen Jerman menolak rencana penjualan tank ke Indonesia karena
Indonesia dianggap belum baik dalam soal HAM.
Maka muncul pertanyaan: bagaimana umat Islam di masa keemasannya memiliki
alat utama sistem senjata (alutsista) yang lebih canggih dari bangsa-bangsa
lain? Ataukah keunggulannya di masa lalu itu semata-mata dari semangat
jihad yang menyala-nyala, kepemimpinan yang efisien, sehingga kaum Muslim dapat
bersatu dan kuat?
Torpedo yang dibuat ulang berdasarkan kitab Al-Rammah. |
Masih ada pihak di dalam kaum Muslim yang berpendapat bahwa teknologi
militer kaum Muslim di masa lalu tidaklah sepenting semangat, kepemimpinan dan
persatuan. Mereka berargumentasi bahwa pada masa Rasulullah dan sahabat
teknologi senjata yang dimiliki juga masih sangat sederhana, bahkan di bawah teknologi
negara-negara adidaya seperti Romawi dan Persia, namun faktanya tentara Islam
berhasil memenangkan peperangan.
Karena itu lantas ada sejumlah Muslim yang menolak teknologi militer,
apalagi saat ini hampir seluruhnya diimpor dari negara-negara adidaya penjajah
seperti Amerika, Inggris, Prancis atau Rusia. Sejumlah orang Islam
mencukupkan diri dengan latihan pencak silat dan upaya spiritual. Yang
dimaksud adalah upaya menghasilkan kesaktian, seperti kebal, dapat menghilang
atau berpindah tempat secara mistik.
Namun kalau kita telaah sejarah, ternyata sejak awal kaum Muslim sangat
terbuka dalam mempelajari teknologi militer. Pada perang Ahzab,
Rasulullah SAW menerima usulan untuk membuat parit dari Salman yang berasal
dari Persia. Sampai saat itu, bangsa Arab tidak pernah mengenal teknik
perang parit.
Rasulullah juga sempat mengirim sejumlah sahabat untuk berburu ilmu ke
Cina. Mereka kemudian pulang di antaranya membawa pengetahuan membuat
mesiu yang di Cina biasa dipakai untuk membuat kembang api saat perayaan Imlek,
dan saat itu belum dikenal di luar Cina.
Kaum Muslim kemudian mengembangkan berbagai ilmu dasar yang terkait
teknologi militer, yaitu fisika dan kimia. Sekarang pun bila Hamas ingin
merakit sebuah roket sederhana untuk mengganggu Israel, mereka harus menguasai
fisika dan kimia dasar. Fisika untuk mekanikanya, dan kimia untuk bahan
bakar dan peledaknya. Kalau roket itu ingin dapat dikendalikan, maka
mereka harus menguasai elektronika, terutama terkait sinyal radio dan navigasi.
Pada tahun 1228, laporan independen dari Prancis menyebutkan bahwa tentara
Muslim sudah menggunakan bahan peledak untuk mengalahkan tentara Salib yang
dipimpin Ludwig IV. Bahan peledak itu dikemas dalam pot-pot tembikar yang
dilontarkan dengan ketapel raksasa.
Tahun 1260 pistol pertama telah digunakan oleh tentara Mesir dalam
mengalahkan tentara Mongol di Ain Jalut. Menurut Syamsuddin Muhammad
(wafat 1327 M), pistol itu berisi bubuk mesiu yang komposisinya idealnya
terdiri dari 74 persen salpeter, 11 persen sulfur, dan 15 persen karbon.
Mereka juga sudah menggunakan pakaian tahan api untuk melindungi diri dari
bubuk mesiu itu.
Tahun 1270 insinyur kimia Hasan al-Rammah
dari Suriah menulis dalam kitabnya al-Furusiyya wa al-Manasib
al-Harbiyya (Buku tentang formasi perang [dengan pasukan berkuda] dan peralatan
perang) hampir 70 resep kimia bahan peledak (seperti kalium nitrat)
dan teknik pembuatan roket. Dia menuliskan bahwa banyak dari resep itu
telah dikenal generasi kakeknya, yang menunjukkan akhir abad 12 M.
Komposisi bahan peledak secanggih ini belum dikenal di Cina atau Eropa sampai
abad-14 M.
Senjata Super Utsmani |
Torpedo juga ditemukan oleh Hasan al-Rammah yang memberi ilustrasi torpedo
yang meluncur di air dengan sistem roket yang diisi bahan peledak dengan tiga
lubang pengapian.
Ibnu Khaldun menuliskan bahwa pada tahun 1274 penggunaan meriam telah
dimulai oleh Abu Yaqub Yusuf dalam menaklukkan kota Sijilmasa. Namun
penggunaan “senjata super” yaitu meriam raksasa pertama kali adalah saat
penaklukan Konstantinopel pada 1453 oleh tentara Muhammad al Fatih. Dia
memiliki meriam dengan diameter 762 mm yang dapat melontarkan peluru batu
ataupun mesiu hingga seberat 680 kg
Ilustrasi percobaan roket dari abad 14. Dari museum Suleymaniye, Istanbul |
.
Pada 1582 Fathullah Shirazy, seorang matematikawan dan ahli mekanik
Persia-India yang bekerja untuk dinasti Mughal menemukan senapan mesin.
Mesin ini dapat mengoperasikan meriam berikut membersihkan hingga 16
lubang mesiunya secara otomatis. Mesin ini dioperasikan dengan
tenaga sapi.
Teknologi alutsista di masa khilafah Islam juga mencakup hal-hal yang
paling “sederhana” seperti ilmu metalurgi untuk menghasilkan pedang dan tombak
yang lebih kuat, metode komunikasi militer untuk menyampaikan pesan-pesan rahasia
secara cepat, hingga astronomi navigasi untuk memandu kapal-kapal perang ke
tujuan dengan akurat secara cepat.
Di berbagai era kekhilafahan, peran para perekayasa militer terus
meningkat. Korps perekayasa yang terdiri dari pandai besi (metalurgist),
tukang kayu, ahli keramik, ahli kimia dan sebagainya dibentuk
Pada 1683 M, tentara Khilafah Utsmani yang persenjataannya masih di atas
seluruh persenjataan Eropa bersama-sama, salah strategi, sehingga misi mereka
menaklukkan Wina Austria tanpa tetesan darah, gagal total. Jihad kemudian
dinyatakan “reses”. Akibatnya korps perekayasa militer ini mengalami
stagnasi. Pada akhir abad 18 saat tentara Napoleon memasuki Mesir, teknologi
meriam Prancis sudah di atas meriam Mesir - yang praktis sudah berhenti
berkembang selama satu abad! Karena itu memang jihad tidak boleh
berhenti. Jihad itulah yang akan terus mengobarkan perkembangan teknologi
alutsista kaum Muslimin.[]
Sumber: Tabloid Mediaumat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
siapa saja yg punya usul agar blog ini lebih baik lagi.