Methode pertambangan batubara di Indonesia penyumbang rusaknya hutan Kaltim.
Methode open pit mining atau methode pertambangan terbuka merupakan methode yang murah dibandingkan dengan sistem pertambangan bawah tanah, namun efek dari metode pertambangan terbuka itu menyumbangkan andil yang cukup besar atas kerusakan hutan tropis di Kaltim atau penyumbang meluasnya deforestrasi hutan di Kaltim. Dengan methode open pit mining ini, pertambangan batubara cukup membabat hutan diatasnya terus blasting (peledakan) lalu buka tanah lapisan atas habis itu tinggal keruk batubaranya… jadi deh… Dengan methode ini pembukaan hutan menjadi keharusan apabila diperkirakan ada deposit batubara di bawah hutan, tak perduli dengan apa yang ada diatasnya. Padahal untuk menumbuhkan tanaman menjadi sebuah pohon menjadi besar memerlukan waktu bertahun-tahun bahkan berpuluh-puluh tahun.
Produksi batubara dari tahun ke tahun melonjak pesat, produksi batubara di tahun 1966 hanya sekitar 319.829 ton namun di tahun 1987, produksi melonjak ke angka 2.813.533 ton… Puncak lonjakan produksi batubara ini terjadi pada tahun 1999-2008 dimana penambang skala kecil mulai marak bersamaan dengan diberlakukannya undang-undang otonomi daerah, yang mana Pemerintah daerah baik Propinsi maupun Kabupaten mempunyai kewenangan
dalam penerbitan ijin pertambangan batubara. Selain itu Pemerintah Pusat
juga ikut andil dalam melonjaknya kegiatan pembukaan lahan untuk pertambangan
batubara. Dalam Kebijakan Batubara Nasional ( KBN ), Pemerintah berencana mengeksploitasi
batubara yang berkualitas rendah (<5100 cal/gr) untuk keperluan pembangkit
listrik domestik. Lonjakan produksi batubara ini tentu membuat luasan hutan
Kaltim menjadi berkurang.
Perusahaan
pertambangan wajib melakukan rehabilitasi lahan ex pertambangan, namun
nyatanya?????
Di
dalam undang-undang sudah jelas diatur bahwa perusahaan pertambangan wajib
melakukan rehabilitasi lahan ex pertambangan, namun ternyata peraturan itu
dibuat untuk dilanggar …. Dalam laporan Kementrian
Lingkungan Hidup tahun 2005, 56 persen wilayah-wilayah yang ditinggalkan oleh
pertambangan di Kaltim belum direstorasi. Bahkan setiap kali saya naik pesawat
Dash 7 PKT dari dan ke Bontang dan Balikpapan, terlihat dengan jelas
lubang-lubang hitam yang besar dan juga ada danau-danau buatan akibat kegiatan
tambang-tambang terbuka ini…. Pemandangan ini tak hanya di areal yang
dilintasi Dash 7, areal yang lain tentunya lebih besar lagi…
Lubang-lubang hitam besar buatan manusia
itu seharusnya direklamasi dengan reforestasi oleh para pemegang konsesi
tambang, namun kenyataannya banyak yang ditinggalkan begitu saja mengingat
tidak mudah dan perlu biaya besar untuk melakukan kegiatan reklamasi tersebut.
Dan pada akhirnya lubang-lubang hitam besar itu terisi air hujan atau anak
sungai sehingga menjadi danau-danau besar yang juga tidak mudah bagi satwa air
untuk bertahan hidup. Lagi-lagi Pemerintah juga lemah dalam melakukan
pengawasan kewajiban kegiatan reklamasi lahan ex pertambangan batubara, karena
akibat masih kuatnya budaya korupsi dan kolusi di dunia emas hitam.
Dikeluarkannya
Undang-Undang Minerba tahun 2008, Pemerintah bagaikan “menjual” wilayah-wilayah
hutan untuk pertambangan.
Saat
ini hutan lindung di negeri inipun juga tak aman untuk berlindung bagi satwa
langka. Yah… Hutan lindung sudah“halal” untuk di kupas dan dikeruk batu baranya. Terjadi
perubahan kebijakan yang memperbolehkan penambangan diwilayah hutan bahkan
hutan lindung sekalipun dengan syarat telah mendapatkannya ijin khusus dari
mentri kehutanan. Ijin itu dikeluarkan setelah perusahaan pertambangan telah
memegang hak menambang di wilayah hutan tersebut.
Awalnya hanya ada 13 perusahaan yang
mendapat keistimewaan itu, namun sampai tahun 2010, di Kaltim sudah ada 54
perusahaan sudah mengantongi hak istimewa tersebut. 53 diantaranya dikeluarkan
setelah adanya Undang-Undang Minerba tahun 2008 yang menetapkan tarif untuk
mengekploitasi produk non kehutanan yang termasuk mineral dan batubara. Jadi
Undang-undang itu dianggap bak “menjual” wilayah-wilayah hutan termasuk hutan
lindung yang seharusnya dijaga dan dilindungi.
Penambangan
Batubara membuat masyarakat adat “terusir”
Dampak
buruk akibat kegiatan pertambangan batubara tidak hanya berdampak pada
deforestasi saja namun juga berdampak pada hak hidup dan hak atas tanah bagi
masyarakat adat yang telah tinggal di sekitar lokasi pertambangan secara
turun-temurun selama puluhan bahkan ratusan tahun sebelum adanya kegiatan
pertambangan batubara. Menurut laporan yang dilansir oleh Green Peace ;
Perusahaan pertambangan yang beroperasi di Kabupaten Tanah Grogot. Sejak tahun
1982, masyarakat adat Dayak Paser terus-menerus mengalami penggusuran dan
pengusiran paksa dari tanah leluhurnya termasuk tanah keramatnya yang telah
didiami dan ditempati turun-temurun sejak nenek moyangnya untuk dijadikan areal
pertambangan oleh PT Kideco Jaya Agung anak perusahaan Indika Energi.
Sekitar 27.000 hektar lahan mereka digusur untuk dijadikan lahan pertambangan
batubara. Mereka bahkan dilarang melakukan aktivitas kegiatan apapun di atas
tanah keramat leluhurnya sendiri.
Nasib
yang sama dialami oleh masyarakat adat Dayak Basap di Kecamatan Bengalon
kabupaten Kutai Timur. Masyarakat adat Dayak Basap sejatinya terbiasa memenuhi
kebutuhan hidup dari hasil berburu dan berladang, kini mereka kehilangan itu
semua setelah PT Kaltim Prima Coal mulai beroperasi di tanah mereka sejak tahun
1992. Setelah berkali-kali pindah akibat tergusur terus, sebagian masyarakat
adat Dayak Besap kini bermukim di Segading, hulu sungai Lemba. Namun
sepertinya tak lama lagi mereka harus terpaksa hengkang dari tanah yang mereka
tempati lagi karena PT Kaltim Prima Coal akan segera memperluas lubang galian
mereka sampai dimana masyarakat adat Dayak Besap bermikim saat ini.
Gila!!!
Di tengah kota pun bisa menambang batubara!!!
Gila…
Nambang batubara bisa di tengah kota!!!!! Itulah potret realita di Ibukota Kalimantan
Timur tepatnya ditengah-tengah Kota Samarinda. Di setiap jengkal tanah di Kota
Samarinda terkandung potensi emas hitam yang punya kalori yang cukup tinggi.
Kondisi seperti ini membuat siapapun tergiur mengeruk emas hitam itu. Tidak
perlu AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan) tidak peduli di tengah
lingkungan pemukiman penduduk semua disikat, dikeruk dan dihabiskan. Contohnya
terjadi di lingkungan perumahan Taman Puspita Bengkuring, dengan dalih
pematangan lahan tanah bagian atas dikupas dan dikeruk dengan alat berat
dan batubaranya diambil. Tidak itu saja, modus pertambangan-pertambangan tengah
kota ini juga unik. Mereka tidak memiliki stock pile seperti perusahaan tambang
batubara umumnya, mereka menggunakan karung 50 kg untuk mengarungi batubara
hasil galian di pertambangan kota. Setelah itu karung-karung batubara ini
dimasukkan kontainer untuk diangkut ke pelabuhan umum. Ilegal mining yang
terstruktur.
Ironis lagi adalah, akibat dari kegiatan
pertambangan yang tidak peduli kepada lingkungan itu, Di Kota Samarinda banjir
menjadi sering bahkan di daerah yang dulunya tidak banjir namun sekarang ikut
terendam pula. Lebih ironis lagi Pemkot Samarinda harus merogoh kocek APBD 38
miliar untuk mengatasi permasalahan banjir ini dengan membangun 5 folder.
Padahal sumbangan PAD dari sektor pertambangan batubara hanya 399 juta atau
setara 4,13 persen PAD Kota Samarinda.
Jalan
hauling batubara menggunakan jalan umum!!!
Sekitaran
tahun 2010 kemarin, saya bersama istri dan anak bepergian ke Balikpapan.
Sesampainya di KM 38, saya memilih jalur alternatif untuk menuju ke Kota
Balikpapan yaitu melalui Samboja, Manggar dan Batakan dengan pertimbangan
jalannya sepi sehingga bisa lebih cepat sampai kota Balikpapan. Namun di daerah
Samboja saya terjebak macet yang cukup lama. Penyebab macet ini tak lain adalah
puluhan bahkan mungkin ratusan dump truck roda 6 mengantri dan memenuhi
badan jalan untuk masuk ke tambang batubara.
Hemmm….. Itulah salah satu potret buram
dari kegiatan pertambangan batubara yang semrawut dan ngawur. Memakai jalan
umum untuk kegiatan hauling batubara jelas-jelas menyalahi aturan, namun kok di
biarkan saja ya sama Pemerintah Daerah????? Kasihan penduduk di sepanjang jalan
itu, karena bisa dipastikan debu akan beterbangan baik debu biasa sampai debu
batubara yang berbahaya. Dan menurut laporan Jatam Kaltim, jalan provinsi dan
jalan kabupaten yang rusak akibat aktivitas pengangkutan (hauling) batubara
sebanyak 22 ruas jalan.
Sentra
lahan pertanian kaltim menyusut!!!!
Menurut
laporan Green Peace, dahulu sebelum ada ramai-ramainya pertambangan batubara,
di Desa Makroman, Samarinda Ilir dikenal sebagai lumbung padi bagi Kota
Samarinda. Namun predikat itu sudah pudar sejak perusahaan pertambangan
batubara beroperasi di sekitar Desa tersebut. Belasan hektar lahan persawahan
penduduk mengalami kerusakan parah karena sumber mata air bagi persawahan
tersebut sudah tercemar limbah pertambangan batubara yang seenak sendiri
dibuang ke aliran sungai.
Kawasan transmigrasi L2 Tenggarong
Seberang mempunyai kisah manis di era tahun 90an, dimana pada masa itu produksi
hasil pertanian khususnya padi sedang jaya-jayanya. Panen raya yang mengundang
pejabat sering diadakan, namun kondisi itu berubah dengan maraknya alih fungsi
lahan pertanian untuk kegiatan pertambangan batubara.
Saya jadi pesimis dengan program
Gubernur Kaltim saat ini, Awang Farouk. Awang Farouk mempunyai program untuk
Kaltim sebagaii Food Estate terbesar. Apa bisa ya kalo alih fungsi lahan
pertanian untuk kegiatan pertambangan batubara masih terus terjadi??? Tanya
pada ilalang yang bergoyang sajalah Pak Gub….
Batubara
di Kaltim dikeruk gila-gilaan, namun masih banyak Masyarakat yg belum menikmati listrik.
Di
daerah Marangkayu Kecamatan Kutai Kertanegara, listrik hanya mengalir selama 12
jam perhari. Padahal Desa ini lokasinya cukup berdekatan dengan tambang
batubara milik PT Indominco Mandiri. Alokasi dari produksi PT Indominco Mandiri
adalah ekspor ke Thailand. Saham PT Indominco Mandiri dikuasai oleh Banpu yang
mana Banpu adalah salah satu perusahaan pembangkit energi di Thailand sana.
Ada lagi di daerah Kutai Timur, di Kutim
berdiri sebuah raksasa perusahaan tambang batubara yaitu PT KPC. PT KPC berada
di bawah naungan Bumi Resources telah ditukar gulingkan kepemilikannya ke
keluarga kaya raya pengusaha tambang batubara yaitu Roschild asal Ingris. Di
Kutai Timur ada 135 desa namun hanya 37 desa yang teraliri listrik…
Miris banget melihat kondisi yang
kontras, daerah yang kaya akan sumber daya alam untuk membangkitkan listrik
namun justru kekurangan pasokan listrik. Produksi batubara Kaltim yang
berlimpah justru di gunakan untuk menerangi negara-negara Asia Timur. 88 persen
atau sekitar 114 juta ton batubara Kaltim dipakai untuk menerangi Jepang 20
persen, Korea 14 persen, Taiwan 13 persen serta India 11 persen.
Sebenarnya
sumber daya alam batubara itu untuk siapa sih???
Undang Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 33
secara tegas menyatakan bahwa ;
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar
atas azas kekeluargaan,
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan
yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara,
3. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Namun bunyi pasal 33 di UUD 1945 itu
hanya dihapal anak SD dan SMP saja. Pemerintah baik pusat dan daerah tidak
punya gigi dan nyali untuk mengejawantahkan makna yang terkandung pada pasal
tersebut di Kaltim. Tengok saja, ada sebuah perusahaan tambang batubara di
Kaltim yang setiap tahunnya mampu memproduksi sebanyak 45 juta ton, namun hanya
5 % saja produk batubaranya untuk dipasarkan di dalam negeri dan sisanya 95% di
ekspor. Mari kita tengok kebijakan energi di Negara Tirai Bambu yang produksi
batubaranya 11 kali lebih besar dari Indonesia, Pemerintah China mengalokasikan
98 % batubaranya untuk kepentingan energi dalam negeri sendiri dan hanya 1,7 %
yang diekspor.
Yah… itulah potret buram dari
kesemrawutan dan tumpang tindihnya kebijakan dalam mengelola limpahan sumber
daya alam khususnya batubara yang seharusnya untuk kemaslahatan masyarakat
Kaltim namun kenyataannya hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang saja.
Semoga kedepannya pemimpin-pemimpin negeri ini lebih arif dan bijaksana dalam
pengelolaan limpahan sumber daya alam hadiah dari Tuhan agar tidak menjadi
kutukan sumber daya alam.
Sekian
dan semoga bermanfaat,
Salam
bangga
menjadi bagian warga Kaltim
Baca juga :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
siapa saja yg punya usul agar blog ini lebih baik lagi.