30 Juta untuk Bayar Jalur Belakang SMP Negeri RSBI
________________________________________
Pagi ini, sekali lagi saya mendapat oleh-oleh bahan obrolan arisan ibu-ibu PKK dari teman saya. Kali ini arisan ibu PKK riuh dengan percakapan seputar memasukkan anak ke jenjang sekolah baru.
Seorang ibu bercerita bahwa dia harus merogoh uang 30 juta untuk memasukkan anaknya ke sebuah SMP Negeri RSBI yang di favorit kan. Ini adalah biaya yang harus dikeluarkannya untuk masuk lewat “jalur belakang” karena nilai UN anaknya yang tidak mencukupi.
Ibu lainnya merasa “sedikit” beruntung karena membayar setengahnya, 15 juta, untuk memasukkan anaknya lewat “jalur belakang”. Itu karena nilai UN anaknya lebih tinggi dari anak ibu yang membayar 30 juta tersebut.
Muncul pertanyaan, kalau anak benar-benar cerdas dan nilai UNnya tinggi tentu enak, tak perlu bayar “jalur belakang”. Ternyata tidak juga. Beberapa siswa cerdas dengan nilai UN tinggi pun harus rela mundur teratur. Walau nilai UN mereka mencukupi tapi mereka minder dengan tantangan pihak sekolah yang berbunyi seperti ini, “lha, Ibu berani (bayar) berapa?” Mereka pun harus rela tergeser dengan anak-anak pejabat tinggi yang dipersilahkan dengan ramah untuk masuk sekolah tersebut.
Rupanya cerita seorang sopir taksi yang saya dengarkan dulu bukan hanya bualan saja. Saat taksi yang saya tumpangi melewati SMP Negeri RSBI favorit tersebut, mulailah dia bercerita. Anaknya cerdas, lulus SD dengan nilai UN cukup tinggi. Nilai UNnya telah diprediksi bisa masuk ke SMP tersebut. Dengan langkah mantap dan bangga didaftarkannya anaknya ke sekolah tersebut. Alangkah terkejutnya dia karena ternyata setelah mendaftar dan walau nilai anaknya mencukupi dia masih ditantang untuk membayar beberapa juta. Merasa tak mampu membayar dengan penghasilannya sebagai sopir taksi, dia mundur teratur. Dia merasa pedih karena mengecewakan anaknya yang telah berusaha keras untuk mencapai nilai UN tinggi supaya bisa masuk SMP impiannya.
Dinas Pendidikan gembor-gembor akan menindak tegas sekolah yang melakukan pungli saat pendaftaran siswa masuk. Tapi faktanya, budaya setor dana untuk masuk lewat jalur belakang ini tetap ada. Terakhir Dinas Pendidikan akan menghentikan program BOS bagi sekolah yang terbukti mengadakan pungutan liar. Maaf, saya tersenyum kecut saja membaca berita ini. Bagaimana sanksi ini akan ditakuti pihak sekolah sedangkan uang yang mereka terima dari jalur belakang tersebut saja sudah berlipat-lipat jumlahnya daripada dana BOS.
Apakah Dinas Pendidikan berani mendata kembali nilai UN yang diterima sekolah-sekolah negeri tersebut? Sudahkah rangenya terlihat wajar? Bila memang alasannya karena ada prestasi khusus, dapatkah pihak sekolah menunjukkan sertifikat atau piagamnya?
Kenapa praktek seperti ini terus saja terjadi bertahun-tahun di sekolah-sekolah negeri favorit tanpa ada tindak lanjut yang tegas? Apa karena sekolah-sekolah tersebut diisi oleh anak-anak pejabat yang menjadikannya sebagai benteng yang aman dari segala tindakan kritis?
Setelah berbagai wacana kritis tentang RSBI dikemukakan, saya tetap berpendapat ini hanyalah label untuk mengeruk uang lebih banyak lagi. Mengunggulkan pemakaian bahasa Inggris dalam semua pelajaran yang diajarkan oleh guru lokal, efektifkah?
Mari melihat kembali negara-negara yang sangat bangga dengan bahasa aslinya dan tidak sedikit-sedikit sok bahasa Inggris. Cina, Jepang, Korea, negara-negara tersebut berhasil maju karena etos kerja yang sangat baik bukan karena banyaknya sekolah bermodel RSBI. Percuma saja mengeluarkan label RSBI di sekolah hanya untuk melebarkan ladang korupsi di negeri ini.
Sumber asli posting ini : Klik disini
Link asl
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
siapa saja yg punya usul agar blog ini lebih baik lagi.